Minggu, 29 Juli 2018

Pecah Kongsi


Ketika kita sepakat untuk bekerjasama, dalam satu tim bersama, mencapai tujuan yang sama, berlandas komitmen bersama. Lalu, pertanyaanya adalah apakah kita bisa menjaga komitmen bersama itu tetap utuh?. Apakah kita bebas dari disharmonisasi? atau malah kita bergelut konflik internal, sektoral maupun personal yang berkepanjangan?
Kata kerjasama dan kebersamaan menjadi sesuatu idealisme yang indah dalam sebuah organisasi dan institusi.Terlalu mudah diucapkan tapi banyak sulitnya ketika kita lakukan. Selalu menjadi lips service dalam perjuangan namun lebih banyak untuk kepentingan perorangan.


Ada 4 faktor yang biasanya menjadi penyebab komitmen itu pecah dan kerjasama itu tidak bisa di lanjutkan. Pertama, sikap merasa paling benar. Sikap ini paling bahaya, Jika dia merasa paling berarti dia menganggap orang lain dalam tim itu salah. Jika punya mitra seperti ini lebih baik dari awal jangan diajak kerja sama. Kedua, Serakah. Biasanya orang seperti ini selalu penyebab pecah kongsi dimana-mana. Ketiga, niatnya memang tidak baik. menggunting dalam lipatan.Biasanya upaya merugikan kita sudah disusun secara terencana dan rapi. Jika tiba masanya,ia berusaha mengambil keuntungan dari kerjasama itu.
Keempat, tidak menguasai tugas dan fungsi (kedudukan). Poin ini yang ingin saya ulas agak panjang, karena biasanya sering terjadi pada orang orang yang tidak memiliki sikap buruk seperti 3 faktor di atas.
Dalam tim work,memahami kedudukan dan posisi kita masing-masing itu sangat penting. Nulai dari level terendah hingga top level harus mengerti tugas pokok dan fungsinya ( tupoksi) masing masing.
Konflik dan friksi dalam organisasi seringkali terjadi saat kita tidak mengambil tupoksi orang lain dan mengabaikan tupoksi kita sendiri. Bagaimana kita mau berjalan bersama-sama sementara kita tidak mengikuti aturan mainnya ( the rule of the game), tidak memahami hak dan kewajiban jabatan yang dimiliki masing masing. Apalagi ketidak fahaman itu membuat kita mengambil hak-hak yang menjadi milik jabatan orang lain,maka tinggal tunggu waktu konflik besar terjadi.
Hal sebaliknya juga bisa terjadi, karena tidak memahami dan menguasai secara detail tupoksi, hak dan kewajibannya. Bisa saja seseorang merasa bahwa orang lain telah mengambil hak-hak jabatannya. Timbul miskomunikasi yang mengarah pada perpecahan internal.

Contoh riil,di pemerintahan provinsi.Gubernur sebagai kepala daerah dan kepala pemerintahan daerah harus difahami sebagai pejabat tertinggi.Meski dipilih satu paket bersama wakil gubernur, tidak membuat wakil gubermur memiliki kewenangan yang sama. Suka tidak suka wakil gubernur adalah subordinasi gubernur yang tugasnya protokoler, banyak mewakili dan membantu gubernur.
Namun,segala keputusan tetap ditangan gubernur.Gubernur paling bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan.Bahwa gubernur memiliki kewenangan private dalam keputusannya, merupakan hal wajar krn melekat pada seorang gubernur.
Tentang Masalah bagamana cara dan style mengambil keputusan itu tergantung pada gaya personality dan kepemimpinan gubernur.Sekalipun tidak meminta pendapat siapapun, Jika, keputusan itu diyakini benar dan sesuai berdasarkan pengalaman dan pengetahuan.Termasuk,apapun konten dari keputusan itu,harus dijalankan dan diterima oleh siapa saja dan wakil gubernur sekalipun tanpa menggugat dan mempermasalahkanya.
Sekali lagi,mengetahui kedudukan,peran dan fungsi kita dlm organisasi memudahkan kita utk bergerak sejmbang dan harmoniz dlm satu tim.###

Tidak ada komentar:

Posting Komentar