Jumat, 12 Februari 2016

Membangun Restorasi Sosial dengan Olahraga

Seseorang dapat dengan mudah terhubung dengan orang lain meski puluhan ribu kilo meter jaraknya di era digital dewasa ini. Dunia pun menjadi kampung global. Sayangnya, seringkali kita mengalami kesulitan untuk membangun kohisivitas yang menjadi perekat masyarakat.

Ini karena kita juga hidup dalam dunia yang penuh dengan ‘gangguan’. Kita selalu terhubung dengan email, dengan pesan singkat, dengan sosial media, dan kita menggunakan telefon genggam kita selama 24 jam setiap harinya.



Kita datang ke restoran, dan kita melihat bahwa masing-masing anggota keluarga kita menggunakan telefon genggam untuk mengakses banyak hal dan malah tidak saling memperhatikan satu sama lain.

Komunikasi nyata yang semula dilakukan dengan membaca bahasa tubuh, raut muka, dan juga nada suara, direduksi dengan barisan kalimat beserta emoticon atau emoji yang dikirimkan lewat telepon genggam. Empati semakin tergerus dan berganti dengan individualisme serta kemudahan untuk mengeluarkan cacian di media sosial.

Di sinilah makna olahraga sebagai cara membangun ikatan sosial menjadi penting. Dengan turun ke lapangan, kita memaksa diri kita untuk bertemu dan berkoneksi dengan orang lain. Hal ini yang tidak mungkin disubstitusi melalui permainan komputer atau telepon genggam. Tidak peduli apakah kita melakukan olahraga tim atau individual, ketika bertanding kita akan selalu belajar dan terhubung dengan orang lain dan belajar dari mereka.

Misalnya saja ketika bermain futsal, voli, atau sepak bola. Ketika bermain kita dipaksa untuk mengenal bagaimana rekan setim kita mengambil keputusan atau bereaksi terhadap sesuatu.

Kita akan menyaksikan mereka marah, kecewa, senang, atau mengalami kesulitan, dan pada akhirnya pengalaman-pengalaman ini akan menjadi pembelajaran kita untuk mempunyai empati.

Ketika berolahraga, seseorang juga dipaksa untuk mengenali dan mengendalikan emosinya sendiri. Bagaimana menghadapi rintangan kemalasan yang sering datang ketika pertama kali berolahraga, bagaimana mengatasi rasa iri atas prestasi orang lain yang lebih tinggi, atau bagaimana caranya terus menyemangati diri ketika target dan tujuan kita belum juga tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar